Seorang
diplomat asing asal amerika mengatakan bahwa kemajuan sangat besar bangsa ini
adalah, pagi-pagi bangun tidur sudah ramai mengkritik pemerintahnya, seperti
layaknya di Negara yang demokrasi sudah ratusan tahun layaknya amerika dan
eropa, (scot alan, dubes USA). lalu
bagaimana pernyataan Negara liberal amerika itu, berimplikasi terhadap
perbaikan pemerintahan dalam melayani rakyat atau warganya, di Indonesia, ini
yang tidak pernah ada kecuali harus berdarah darah dulu.
Sepotong
tulisan di atas, dapat mengingatkan kita bahwa kebebasan politik yang di
berikan kepada publik, yang di lakukan secara sporadic dan tidak tersistematis
dalam isu yang di organisir bersama, maka cenderung liar dan anarkis, karena
ide yang berkembang tidak di kemas baik .
Maka tidak heran tiap individu, golongan, dan kelompok social tertentu
lebih mudah di benturkan satu sama lain, karena beda pandangan, karena alasan
kebebasan, terjadi banyak kelalaian negara di sini.
Dalam ranah
politik, kejayaan dan kekayaan individual
menjadi sekutu sehari-hari saat ini, di mana pasar bebas politik terbuka
bagi keduanya, situasi situasi politik
formal kita seperti layaknya pasar modal, ketika ada individu yang ingin maju
sebagai calon legislative atau eksekutif (pilkada dll), maka hitungan modal
sebagai sarana “investasi” politik menjadi hitungan yang tidak terelakan, dan
yang hanya punya integritas jangan harus berhitung lagi ketika, kecuali
mendapat sokongan besar oleh public,
kasus jokowi misalnya, tapi tidak ada
jaminan pula jokowi ketika menjabat akan terus bisa seperti itu, tidak mungkin
tanpa control kolektif publik.
Kepercayaan bahwa rakyat bisa dan mampu di organisir untuk sebuah kepentingan
politik yang baik semakin luntur, karena yang ada mobilisasi dan transaksional.
Politik
investasi di atas dapat di pastikan menimbulkan korupsi, seperti yang kita
sehari-hari lihat, dan kita semakin kebal dan bebal,karena korupsi di anggap
semakin mahfum atau hal yang biasa,
dapat di lihat bahwa pelaku korupsi dan obyek korupsi selalu
bersinggungan dengan actor politik. Berikutnya adalah penegakan hukum yang
compang-camping disana-sini, sementara semakin tingkat gaji penegak hukum,
tidak berbanding lurus dengan penegakan hukum
yang professional, kasus-kasus pencurian sandal jepit, nenek pencuri kakao, dll
menghancurkan perasaan keadilan kita , seolah nurani hilang. Konflik komunal menjadi-jadi, antar etnis atau
atas nama tuhan nya.
Problem besar
lain juga adakah kesenjangan ekonomi dan penguasaan sumber daya alam yang
timpang, asing begitu mudah masuk menjadi investor, dan buta melihat local
wisdom, kapitalisme sebagai produk system ekonomi, menjarah semua sumberdaya
alam, serta berperan dalam rusaknya lingkungan hidup di masa depan. Segala
karut- marut ini, di lengkapi dengan fundamentalism agama-agama, yang begitu
mengusik alasan kita hidup bersama sebagai satu bangsa.
Paparan di
atas, mau memakai pisau analisis apapun, baik ideology politik, teologi maupun
nilai-nilai umum, pasti menemukan ada masalah besar di republik ini dalam
pengelolaan nya. Menjadi bertambah ketika reformasi semakin membuka masyarakat
berpartisipasi, tetapi Negara selalu gagal hadir dalam masalah-masalah besar
rakyatnya.
Politik Kebangsaan Kita
Ide klasik
ini, masih sangat relevan dalam situasi saat ini, sebuah ide yang di reka – reka
sejak pra kemerdekaan, dari sumpah palapa hingga sumpah pemuda 28 Oktober 1928,
dan terumuskan secara tertulis dalam Pancasila dan UUD 45, menjadi modal dasar
alasan dari berbagai suku bangsa, agama dan pandangan ideologi politik untuk
hidup bersama secara konstituonal, ide suprastruktur politik Indonesia ini
masih terasa mengawang-ngawang, karena memang sudah makin jarang di coba
sebagai sebuah proses dalam dinamik politik bangsa ini, banyak yang mengatakan
bahwa untuk menuju ide ini, sebagai Negara yang di identifikasi masih kental
dengan feodalism, membutuhkan proses yang terus menerus untuk menguji ide
politik kebangsaan. Politik kebangsaan juga akan lebih terang benderang melihat
akar konflik soal politik “dagang” (industry politik), soal ketimpangan ekonomi
dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam bahkan bertitik sikap jelas terhadap
fundamentalisme agama-agama, apalagi soal-soal ikutan mengenai penegakan hukum
dan lain nya.
Ide politik
ini membutuhkan kolektifitas orang yang baik, dan sadar betul, bahwa pertaruhan
di Negara kesatuan RI ini semakin tinggi nilai taruhannya, tidak mungkin di gotong
sendiri sendiri. Hanya saat ini yang sering terjadi adalah bahwa prestasi
politik, selalu di anggap prestasi individual, ini bisa di maklumi karena
individu tersebut sudah keluar “modal” banyak.
Semakin hilang bahwa kolektif politik mengusung ide kebangsaan, dengan
menampilkan individu-individu yang baik. Kenapa memilih kata individu yang baik, karena individu
tersebut, sekarang banyak terjebak dalam blok-blok politik, golongan dan
kelompok social lainnya, ini tantangan kita.
Situasi politik
kontemporer kita, konsolidasi politik demokratis mestinya harus selesai di
pemilu 2014 dan 2019, atau bahkan 2024, sehingga agenda besar harus siap di
dorong menjadi bangsa besar plural dan demokratis, jika tidak maka, ide-ide ini, hanya mimpi pendiri bangsa ini
saja. Dan semua ini hanya bisa di
lakukan jika individu yang tergabung dalam kolektifitas kelompok dengan ide
kebangsaan, menjadi perutusan politik dalam setiap level kepemimpinan politik
baik di legislative maupun eksekutif.
Warna-warna
politik di daerah, akan menjadi batu penjuru bagi proyeksi politik nasional
pada tahap berikutnya, sehingga pengorganisasian politik secara practical di
daerah, harus di selaraskan dengan agenda politik nasional. Memenangkan event
pilkada di daerah, adalah uji kecil bagi kemenangan politik nasional tertentu.
Kekuatan sipil harus menjadi motor, baik di selenggarakan oleh masyarakat sipil
maupun parpol, karena politik kebangsaan
tidak selesai karena perenungan, tetapi harus di operasikan dalam praktek
kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar