WEB BLOG
this site the web

Menalar Realitas Politik dan Ide Politik Kebangsaan Kontemporer

Seorang diplomat asing asal amerika mengatakan bahwa kemajuan sangat besar bangsa ini adalah, pagi-pagi bangun tidur sudah ramai mengkritik pemerintahnya, seperti layaknya di Negara yang demokrasi sudah ratusan tahun layaknya amerika dan eropa,  (scot alan, dubes USA). lalu bagaimana pernyataan Negara liberal amerika itu, berimplikasi terhadap perbaikan pemerintahan dalam melayani rakyat atau warganya, di Indonesia, ini yang tidak pernah ada kecuali harus berdarah darah dulu.
Sepotong tulisan di atas, dapat mengingatkan kita bahwa kebebasan politik yang di berikan kepada publik, yang di lakukan secara sporadic dan tidak tersistematis dalam isu yang di organisir bersama, maka cenderung liar dan anarkis, karena ide yang berkembang tidak di kemas baik .  Maka tidak heran tiap individu, golongan, dan kelompok social tertentu lebih mudah di benturkan satu sama lain, karena beda pandangan, karena alasan kebebasan, terjadi banyak kelalaian negara di sini.
Dalam ranah politik, kejayaan dan kekayaan individual  menjadi sekutu sehari-hari saat ini, di mana pasar bebas politik terbuka bagi keduanya,  situasi situasi politik formal kita seperti layaknya pasar modal, ketika ada individu yang ingin maju sebagai calon legislative atau eksekutif (pilkada dll), maka hitungan modal sebagai sarana “investasi” politik menjadi hitungan yang tidak terelakan, dan yang hanya punya integritas jangan harus berhitung lagi ketika, kecuali mendapat  sokongan besar oleh public, kasus jokowi misalnya,  tapi tidak ada jaminan pula jokowi ketika menjabat akan terus bisa seperti itu, tidak mungkin tanpa control kolektif publik.  Kepercayaan bahwa rakyat bisa dan mampu di organisir untuk sebuah kepentingan politik yang baik semakin luntur, karena yang ada mobilisasi dan transaksional.
Politik investasi di atas dapat di pastikan menimbulkan korupsi, seperti yang kita sehari-hari lihat, dan kita semakin kebal dan bebal,karena korupsi di anggap semakin mahfum atau hal yang biasa,  dapat di lihat bahwa pelaku korupsi dan obyek korupsi selalu bersinggungan dengan actor politik. Berikutnya adalah penegakan hukum yang compang-camping disana-sini, sementara semakin tingkat gaji penegak hukum, tidak berbanding  lurus dengan penegakan hukum yang professional, kasus-kasus pencurian sandal jepit, nenek pencuri kakao, dll menghancurkan perasaan keadilan kita , seolah nurani hilang.  Konflik komunal menjadi-jadi, antar etnis atau atas nama tuhan nya.
Problem besar lain juga adakah kesenjangan ekonomi dan penguasaan sumber daya alam yang timpang, asing begitu mudah masuk menjadi investor, dan buta melihat local wisdom, kapitalisme sebagai produk system ekonomi, menjarah semua sumberdaya alam, serta berperan dalam rusaknya lingkungan hidup di masa depan. Segala karut- marut ini, di lengkapi dengan fundamentalism agama-agama, yang begitu mengusik alasan kita hidup bersama sebagai satu bangsa.
Paparan di atas, mau memakai pisau analisis apapun, baik ideology politik, teologi maupun nilai-nilai umum, pasti menemukan ada masalah besar di republik ini dalam pengelolaan nya. Menjadi bertambah ketika reformasi semakin membuka masyarakat berpartisipasi, tetapi Negara selalu gagal hadir dalam masalah-masalah besar rakyatnya.
Politik Kebangsaan Kita
Ide klasik ini, masih sangat relevan dalam situasi saat ini, sebuah ide yang di reka – reka sejak pra kemerdekaan, dari sumpah palapa hingga sumpah pemuda 28 Oktober 1928, dan terumuskan secara tertulis dalam Pancasila dan UUD 45, menjadi modal dasar alasan dari berbagai suku bangsa, agama dan pandangan ideologi politik untuk hidup bersama secara konstituonal, ide suprastruktur politik Indonesia ini masih terasa mengawang-ngawang, karena memang sudah makin jarang di coba sebagai sebuah proses dalam dinamik politik bangsa ini, banyak yang mengatakan bahwa untuk menuju ide ini, sebagai Negara yang di identifikasi masih kental dengan feodalism, membutuhkan proses yang terus menerus untuk menguji ide politik kebangsaan. Politik kebangsaan juga akan lebih terang benderang melihat akar konflik soal politik “dagang” (industry politik), soal ketimpangan ekonomi dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam bahkan bertitik sikap jelas terhadap fundamentalisme agama-agama, apalagi soal-soal ikutan mengenai penegakan hukum dan lain nya.
Ide politik ini membutuhkan kolektifitas orang yang baik, dan sadar betul, bahwa pertaruhan di Negara kesatuan RI ini semakin tinggi nilai taruhannya, tidak mungkin di gotong sendiri sendiri. Hanya saat ini yang sering terjadi adalah bahwa prestasi politik, selalu di anggap prestasi individual, ini bisa di maklumi karena individu tersebut sudah keluar “modal” banyak.  Semakin hilang bahwa kolektif politik mengusung ide kebangsaan, dengan menampilkan individu-individu yang baik. Kenapa memilih  kata individu yang baik, karena individu tersebut, sekarang banyak terjebak dalam blok-blok politik, golongan dan kelompok social lainnya, ini tantangan kita.
Situasi politik kontemporer kita, konsolidasi politik demokratis mestinya harus selesai di pemilu 2014 dan 2019, atau bahkan 2024, sehingga agenda besar harus siap di dorong menjadi bangsa besar plural dan demokratis, jika tidak maka,  ide-ide ini, hanya mimpi pendiri bangsa ini saja. Dan semua  ini hanya bisa di lakukan jika individu yang tergabung dalam kolektifitas kelompok dengan ide kebangsaan, menjadi perutusan politik dalam setiap level kepemimpinan politik baik di  legislative maupun eksekutif.
Warna-warna politik di daerah, akan menjadi batu penjuru bagi proyeksi politik nasional pada tahap berikutnya, sehingga pengorganisasian politik secara practical di daerah, harus di selaraskan dengan agenda politik nasional. Memenangkan event pilkada di daerah, adalah uji kecil bagi kemenangan politik nasional tertentu. Kekuatan sipil harus menjadi motor, baik di selenggarakan oleh masyarakat sipil maupun parpol, karena  politik kebangsaan tidak selesai karena perenungan, tetapi harus di operasikan dalam praktek kerja.
Read More..

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) ) DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HUKUM JAMINAN FIDUSIA

      Pendahuluan
Semaraknya pertumbuhan pasar terhadap kebutuhan akan lembaga pembiayaan konsumen (consumer finance)/sewa guna usaha (leasing) terkait erat dengan bertambah banyaknya lembaga-lembaga pembiayaan non bank sebagai sarana pembiayaan penunjang investasi maupun produk komsumtif yang di butuhkan oleh konsumen.   Perkembangan ini sedikit banyak dipengaruhi dengan tren model pembiayaan ekonomi global,  tetapi sering kali dinegara-negara tertentu belumlah lengkap perangkat hukum untuk mendukung perkembangan ini,  hukum yang mengatur soal ini masih sangat minim dan kadang merugikan pihak pelaku ekonomi yang bergerak dalam usaha pembiayaan.  Di Indonesia sendiri perangkat hukum yang digunakan sebagai dasar hukum  pelaksanaan lembaga pembiayaan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHperdata) khususnya yang mengatur tentang Hukum Perikatan (perjanjian) dan UU No.  42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.  Kedua peraturan ini juga ditunjang dengan berbagai peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Bank Indonesia mengenai aspek teknis pelaksanaan  lembaga pembiayaan.

Pengertian dan Pengaturan Jaminan Fidusia

Pembiayaan dengan sistem sewa guna usaha (lease) atau ada yang menyebut dengan sewa-beli dan pembiayaan konsumen (consumer finance), sudah digunakan sejak jaman  belanda (Kolonial) dengan mengunakan Jaminan fidusia,  dan selama ini perjanjian pinjam-meminjam menggunakan aturan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, yang sudah dianggap tidak tepat lagi.  Istilah resmi fidusia yang  ada dalam UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia yaitu, Fidusia adalah  “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”,  lebih tegasnya bahwa pemilik benda tetap menguasai benda tersebut walau ada perjanjian pengalihan kepemilikan.  Sedangkan Jaminan Fidusia Adalah Hak Jaminan atas benda bergerak  baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud UU. No. 4 Tahun 1996, yang tetap didalam penguasaan pemberi fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang DIUTAMAKAN kepada penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya (jika dijaminkan lebih dari satu kreditor).  Istilah Penerima Fidusia Adalah orang atau koorporasi yang di anggap mempunyai piutang yang pembayaran di jamin dengan Jaminan Fidusia, ini biasanya lembaga-lembaga pembiayaan (Finance/Multifinance) yang ada sekaranng ini.  Sedangkan Pemberi Fidusia Adalah orang atau Koorporasi Pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.  UU Fidusia karena perjanjian ini berdasarkan kepercayaan makanya Lembaga Penerima Fidusia (finance) mendapat perlindungan dan hak lebih diutamakan.

Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Agar Perjanjian Jaminan Fidusia mempunyai kepastian hukum, maka setiap jaminan fidusia wajib di buatkan Akta oleh Notaris dan di daftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang ada di Kantor Wilayah Hukum dan HAM di tiap Propinsi sesuai Keppres No. 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Kanwil Hukum dan HAM, bahkan dalam Penjelasan Pasal 12 UU Fidusia Kantor Pendaftaran Fidusia dapat di dirikan pada level Kabupaten atau Kota jika di butuhkan. Pendaftaran ini diperlukan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum baik penerima fidusia (finance) dan pemberi fidusia (orang atau badan) karena dasar perjanjian yang kepercayaan (trust)  kedua belah pihak.  Dengan Pendaftaran Jaminan Fidusia maka para pihak akan mendapat Sertifikat/akta Jaminan Fidusia sebagai salinan dari buku pendaftaran fidusia.  Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang mempunyai nilai sama dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap dan memiliki hak eksekutorial terhadap benda objek jaminan fidusia.  Disinilah negara atas nama hukum memberi perlindungan dan kepastian hukum bagi penerima fidusia atau perjanjian apapun yang di ikuti dengan adanya jaminan fidusia. Eksekusi dapat dilakukan dengan  cara titel eksekutorial, penjualan benda objek Jaminan Fidusia melalui pelelangan maupun dengan cara penjualan bawah tangan, terhadap  penjualan bawah tangan maka harus ada pemberitahuan terhadap penerima dan pemberi fidusia dan diumumkan melalui media massa.  Selain itu ditegaskan bahwa pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi jaminan fidusia.  Selain itu terdapat ancaman pidana selama 2 tahun dan denda 50 juta bagi pemberi fidusia (orang atau korporasi) yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda objek jaminan fidusia tanpa persetujuan dari penerima fidusia.

      Analisis Yuridis  Jaminan Fidusia  Dalam Aspek Hukum Perdata dan Pidana

Bahwa menjadi kewajiban bagi setiap perjanjian yang memberikan perjanjian ikutan berupa Jaminan Fidusia untuk mendaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia, sebagai upaya memberikan kepastian hukum bagi penerima fidusia (kreditor) dan pemberi fidusia (debitor), pemberian kekuatan eksekutorial dalam sertifikat jaminan fidusia  selain memberi jaminan bagi penerima fidusia, juga untuk menghindari kesewenangan penerima fidusia dalam melakukan eksekusi objek barang fidusia dari pemberi fidusia sehingga terdapat keadilan bagi kedua belah pihak.  Kewenangan eksekutorial tersebut baru didapat setelah penerima fidusia kuasa atau wakilnya mendaftarkan jaminan fidusia ke  Kantor Pendaftaran Fidusia dan mendapat sertifikat jaminan fidusia yang mempunyai kekuatan hukum tetap, prosedur dan tarif pendaftaran jaminan fidusia tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan akta Jaminan Fidusia.   Bahwa kesepakatan atau perjanjian antara Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia yang memberikan Jaminan Fidusia, tidak serta merta memiliki kekuatan eksekutorial apabila hanya didasarkan pada syarat sahnya perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHperdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian/perikatan yaitu  :
  •       adanya kesepakatan kedua belah pihak
  •       kecakapan/kelayakan para pihak
  •       hal tertentu
  •       sesuatu yang legal atau halal.
Bahwa segala bentuk perjanjian yang mengikutkan adanya Jaminan Fidusia harus didaftarkan, karena segala tindakan terhadap benda objek Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan secara perdata dapat dimungkin terjadi tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Pasal 1365 KUHPerdata (bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut), bahkan dapat dimungkinkan terjadi tindak pidana dalam penguasaan benda objek Jaminan Fidusia, baik dilakukan  oleh Pemberi Fidusia (debitor) seperti yang tercantum dalam UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 36 atau dilakukan oleh Penerima Fidusia (kreditor) karena bertindak sepihak dalam eksekusi sehingga dapat memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Masalah-masalah dalam perjanjian jaminan fidusia di atas sebetulnya tidak perlu terjadi bila perangkat hukum dapat mengakomodasi berbagai kepentingan perkembangan ekonomi, konsepsi sewa guna usaha/sewa beli dalam perkembangannya sudah sangat cepat dan melewati batas sistem hukum yang ada, karena model pembiayaan  leassing/customer finance banyak mengakomodasi perkembangan hukum bisnis di kawasan Eropa dan Amerika yang sistem hukumnya lebih baik dan mendukung perkembangan ekonomi.  Sehingga penggunaan instrumen hukum Jaminan Fidusia oleh lembaga pembiayaan konsumen di Indonesia memang membawa implikasi hukum yang rumit, walaupun bertujuan menciptakan kepastian dan jaminan hukum diantara kedua belah pihak.

Berbagai Permasalahan Jaminan Fidusia

Berbagai hal dalam konteks kekinian, ketika pembiayaan konsumen begitu booming maka persaingan usaha antar lembaga pembiayaan menjadi semakin ketat, bahkan belakangan hal tersebut tidak diikuti aturan hukum yang masih berlaku mengenai jaminan fidusia sehingga berimplikasi adanya dugaan melakukan perbuatan melawan hukum, walaupun dugaan tersebut banyak yang menyatakan bahwa itu  untuk mengganjal pertumbuhan  industri keuangan (finance industries) yang lagi berkembang ditengah sektor ril yang tergagap-gagap akibat desakan pasar ekonomi global.

Dari informasi yang ada di Kantor-Kantor Wilayah Hukum dan Ham yang membawahi Kantor Pendaftaran Fidusia, bahwa banyak pertumbuhan lembaga pembiayaan  leasing, consumer finance bahkan anjak piutang (factoring) dan kartu kredit, dalam penggunaan instrumen hukum jaminan fidusia sangat sedikit hanya sekitar 5 (lima)% dari data penjualan barang kepada konsumen terutama produk pembiayaan konsumen terutama kendaraan transportasi yang dikeluarkan distributor, ataupun data rilis nasional angka penjualan kendaraan transportasi yang mencapai jutaan unit (kendaraan roda dua dan empat).  Keengganan lembaga pembiayaan mendaftarkan jaminan fidusia karena pembebanan biaya tambahan jika didaftarkan baik akta notaris dan sertifikat fidusia sehingga dianggap menimbulkan biaya tinggi, padahal dengan pendaftaran fidusia lembaga-lembaga finance mendapat perlindungan hukum yang lebih pasti.  Lembaga-lembaga pembiayaan  yang membiaya alat-alat produksi berat dan bernilai tinggi yang mendaftarkan jaminan fidusia, tindakan ini cenderung sangat berisiko bagi lembaga pembiayaan secara hukum, bahkan dapat merugikan negara dalam sektor penerimaan negara bukan pajak. Ini posisi dilematis bagi sektor bisnis, karena instrumen hukum tidak berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan bisnis.

Salah satu yang belakangan dipersoalkan adalah bahwa dengan tidak didaftarkan ke kantor jaminan fidusia, maka negara akan kehilangan pendapatan bukan pajak yang didapat dari pelayanan negara tersebut sesuai dengan UU No.  20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,  sebagai perwujudan dari tugas dan fungsi negara-pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan, pengaturan, perlindungan masyarakat, pengelolaan kekayaan negara serta pemanfaatan kekayaan negara demi ketertiban dan kepastian hukum hubungan negara dan warga negara. Serta PP No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.  Problem yang muncul dalam  penerimaan negara bukan pajak adalah dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dari penerimaaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.  Bisa dibayangkan berapa milyar rupiah pendapatan negara bukan pajak yang tidak disetor akibat dari tidak didaftarkan setiap perjanjian yang mengikutkan adanya  jaminan fidusia. Kita bisa lihat dari dari daftar tarif  resmi sertifikat fidusia berdasar lampiran PP No. 86  Tahun 2000 yaitu :

BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

No.
NILAI PENJAMINAN
BESAR BIAYA
1.
< Rp 50.000.000,00
Paling banyak Rp
50.000,00
2.
< Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00
Rp
100.000,00
3.
< Rp 100.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00
Rp
200.000,00
4.
< Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00
Rp
500.000,00
5.
< Rp 500.000.000,00 s/d Rp 1.000.000.000,00
Rp
1.000.000,00
6.
< Rp 1.000.000.000,00 s/d Rp 2.500.000.000,00
Rp
2.000.000,00
7.
< Rp 2.500.000.000,00 s/d Rp 5.000.000.000,00
Rp
3.000.000,00
8.
< Rp 5.000.000.000,00 s/d Rp 10.000.000.000,00
Rp
5.000.000,00
9.
< Rp 10.000.000.000,00
Rp
7.500.000,00

Biaya tersebut menjadi kewajiban pungut penerima fidusia yang diambil dari pemberi fidusia yaitu konsumen leasing atau customer finance, belum termasuk akta notaris. Jika tidak lakukan maka proses perjanjian antara para pihak yang mengikutkan perjanjian jaminan fidusia yang tidak disertai dokumen resmi jaminan fidusia, bisa dinyatakan cacat hukum atau batal demi hukum perjanjian jaminan fidusia tersebut beserta hak dan kewajiban kedua belah pihak, karena tidak ada yang memberi jaminan apapun jika terdapat pelanggaran/wanprestasi diantara pihak jika ada pengingkaran, penggelapan, pengalihan dll  terhadap benda objek jaminan fidusia.  Lebih jauh bahwa salah satu manfaat dari pendapatan negara bukan pajak adalah diperuntukan untuk penegakan hukum, maka terhadap wajib bayar  pendapatan negara pajak sama kewajibannya dengan pembayaran pajak, sehingga terhadap pembayaran yang belum dilakukan karena lalai atau kesengajaan jika terbukti harus tetap dihitung sebagai kewajiban terutang yang wajib dibayar/ditagih.  Sebab jika terbukti dengan sengaja wajib bayar melanggar pasal 21 UU No. 20 1997, tidak bayar, menyetor atau melaporkan dll maka ancaman hukuman 6 (enam) tahun penjara dan denda, secara formil jika terbukti maka pasti termasuk perbuatan melawan hukum (pidana/perdata).  Bahkan ada yang mengaitkan dengan pelanggaran dan dugaan korupsi sesuai UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  mungkin bisa kita amati definisi tindak pidana korupsi pasal 2  ayat (1) selengkapnya Yaitu “ setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (tahun) dana dan denda 200 juta rupiah”, definisi ini jika hendak ditarik bisa juga masuk, tetapi memang terkesan jadi  “dipaksakan”  tetapi melihat fakta di atas bisa jadi secara formil masuk juga unsur pidana korupsinya (pembuktian hukum kita adalah formil). 

Inilah jika ditarik berdasarkan teori hukum dan pengaturan yuridis, maka aspek hukum yang masuk dalam proses pelanggaran Jaminan fidusia sangat banyak, KUHperdata, KUHpidana, UU Fidusia, UU Pendapatan Negara Bukan Pajak, UU Korupsi mungkin juga masuk dalam pelanggaran persaingan usaha bisnis dll. 

Lalu, dengan begitu banyaknya problem yuridis tersebut dalam prosedur jaminan fidusia dan sudah berkembangannya bisnis pembiayaan secara pesat, tentunya tidak elegan juga jika semua pihak mencari-cari kesalahan lembaga pembiayaan , karena hukum ternyata tertinggal dalam menjawab kebutuhan dalam bisnis dan perkembangan ekonomi masyarakat. Tetapi lagi-lagi aturan formil yang ada saat ini faktanya tela terjadi pelanggaran, sementara teroboson hukum dalam melengkapi dan mengisi kekosongan hukum dalam proses pelaksanaan lembaga pembiayaan belum banyak dilakukan atau memang dibiarkan atau memang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, tergantung dari sudut pandang dan cara menilainya.



Format Baru Payung Hukum Jaminan Hukum Lembaga Pembiayaan ? Mempertangungjawabkan Resiko ?

Dua kalimat tanya ini, dapat menggambarkan tantangan bagi dunia bisnis pembiayaan di Indonesia, baik resiko hukum dan kelangsungan  bisnis yang lebih baik kedepan.  Problema lembaga pembiayaan bukan hanya dalam melaksanakan bisnis dengan konsumen saja, tetapi juga kebijakan ekonomi pemerintah terkait dengan lembaga pembiayaan non bank yang masih sangat kurang pengaturan hukumnya, selain itu sejak konsep pembiayaan dikenal di Indonesia sejak tahun 1974 hingga sekarang,  banyak sekali pasang surut.  Karena bisnis lembaga pembiayaan berdasar fidusia yang mengandalkan kepercayaan para pihak, sangat rentan dan sensitif dengan setiap gejolak ekonomi, fluaktuasi bunga bank, akses sumber dana dari perbankan, stabilitas sosial, politik dan kerangka kebijakan ekonomi pemerintah yang sering berganti-ganti.  Pertumbuhan lembaga pembiayaan sudah menjadi tren global, tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Kondisi ini yang harus segera di tanggapi oleh APPI (Assosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia) sebagai wadah lembaga-lembaga pembiayaan dengan berbagai segmentasi untuk menjawab tantangan hukum dan bisnis ke depan. Dan bagi pemerintah/penegak hukum adalah kewajiban bahwa aturan yang ada sekarang harus mesti ditegakan atau di perbaiki. Dan masyarakat sebagai penguna atau pelaku  dalam bisnis pembiayaan harus tahu hak dan kewajiban sebagai konsumen dan warga negara.  Sampai saat ini masyarakat masih banyak yang awam  mengenai aturan hukum lembaga pembiayaan, maka sosialisasi menjadi penting untuk mendorong proses keadilan dan kelanjutan pertumbuhan ekonomi menjadi tugas kita semua.

***

  • Advokat pada Kantor Bantuan Hukum (KBH) Lampung dan Gracenugroho and Partners 
Read More..

Tindakan Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia yang Tidak di Daftarkan

Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.


Tetapi untuk  menjamin kepastian hukum bagi  kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian, memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor (parate eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

Lalu, bagaimana dengan perjanjian fidusia yang tidak di buatkan akta notaris dan didaftarkan  di kantor pendaftaran fidusia alias dibuat dibawah tangan? Pengertian akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-pihak dimana pembuatanya tidak di hadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang (notaris, PPAT dll). 

Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna.  Untuk akta yang dilakukan  di bawah tangan biasanya harus  diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan. Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan bukti hukum suatu akta di bawah tangan? Menurut pendapat penulis, sah-sah saja digunakan asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta  tersebut. Dalam prakteknya,  di kampung atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum dikuatkan lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang piutang. Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada pejabat yang berwenang.

Saat ini, banyak lembaga  pembiayaan (finance) dan bank (bank umum  maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia. Prakteknya lembaga pembiayaan menyediakan barang  bergerak yang diminta konsumen (semisal motor atau mesin industri) kemudian diatasnamakan konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman). Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit)  secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi  sebagai penerima fidusia.  Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang  mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifkat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur.  Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.

Jika penerima fidusia mengalami kesulitan di lapangan, maka ia  dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bisa ditujukan kepada aparat kepolisian, pamong praja dan pamong  desa/kelurahan dimana benda objek jaminan fidusia berada. Dengan demikian bahwa pembuatan sertifikat jaminan fidusia melindungi penerima fidusia jika pemberi fidusia gagal memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak.

Akibat Hukum
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan  dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  dan dapat digugat ganti kerugian.

Dalam konsepsi hukum pidana,  eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan:
  1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
  2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.

Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi  melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.  Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat  terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor.

Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.  Mungkin saja debitor yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia di laporkan atas tuduhan penggelapan sesuai

Pasal  372 KUHPidana menandaskan: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Oleh kreditor, tetapi ini juga bisa jadi blunder karena bisa saling melaporkan karena sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditor dan debitor, dibutuhkan keputusan perdata oleh pengadilan negeri setempat untuk mendudukan  porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak.  Jika hal ini ditempuh maka akan terjadi proses hukum yang panjang, melelahkan dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya, margin yang hendak dicapai perusahaan tidak terealisir bahkan mungkin merugi, termasuk rugi waktu dan pemikiran.

Lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia sebenarnya rugi sendiri karena tidak punya hak eksekutorial yang legal. Poblem bisnis yang membutuhkan kecepatan dan customer service yang prima selalu tidak sejalan dengan logika hukum yang ada. Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum yang tidak selalu secepat perkembangan zaman. Bayangkan, jaminan fidusia harus dibuat di hadapan notaris sementara lembaga pembiayaan melakukan perjanjian dan transaksi fidusia di lapangan dalam waktu yang relatif cepat.

Saat ini banyak lembaga pembiayaan melakukan eksekusi pada objek barang yang dibebani jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Bisa bernama remedial, rof coll, atau remove. Selama ini perusahaan pembiayaan merasa tindakan mereka aman dan lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi karena masih lemahnya daya tawar nasabah  terhadap kreditor sebagai pemilik dana. Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah.  Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya sektor lembaga pembiayaan dan bank yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan.

Penulis juga mengkhawatirkan adanya dugaan pengemplangan pendapatan negara non pajak sesuai UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Pendapatan Negara Non Pajak, karena jutaan pembiayaan (konsumsi, manufaktur dan industri) dengan jaminan fidusia tidak didaftarkan dan mempunyai potensi besar merugikan keuangan pendapatan negara.

Proses Eksekusi
Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh  pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. 

Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia.  Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.  Masyarakat yang umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum adalah penting.

Read More..
 

Contact Persons:

Mobile : 0811 720 6845

Head Office :

Jl. Tupai No. 36 Kedaton - Bandar Lampung Telp/Fax. 0721 - 773013

Email :

gracepurwonugroho@yahoo.co.id nugrohosih@yahoo.co.id

Subscribe to our feed

Dengan memasukan alamat email dibawah ini, berarti anda akan mendapat kiriman artikel terbaru dari kami di inbox anda:

Masukan Alamat email Anda:

Delivered by FeedBurner

Lokasi Kami


Tampilkan Lebih Besar